Asal usul terjadinya tata surya
Hipotesis Nebula
Hipotesis
nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772)[1] tahun
1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada
tahun 1775. Hipotesis serupa juga
dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace[2]
secara independen pada tahun 1796.
Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace,
menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut
ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya
gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan
arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa
(matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan
cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi,
gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar.
Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet
merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.
Hipotesis Planetisimal
Hipotesis
planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada
tahun 1900. Hipotesis planetisimal
mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang
lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari.
Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan
bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari.
Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang
memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali,
sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi
benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan
beberapa yang besar sebagai protoplanet.
Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan
bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.
Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis pasang surut bintang pertama
kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap
terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir
bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan
bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian
terkondensasi menjadi planet.[3] Namun astronom Harold
Jeffreys
tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi.
Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas
hipotesis tersebut.
Hipotesis
Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya
dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P.
Kuiper
(1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis
kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang
berputar membentuk cakram raksasa.
Hipotesis
Bintang Kembar
Hipotesis bintang kembar awalnya
dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis
mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir
sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan
serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang
tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
Pembentukan alam semesta ini kerap disebut dengan istilah Kosmologi, dan menurut prinsip Kosmologi modern, dasar terbentuknya alam semesta dapat dikelompokkan ke dalam tiga teori :
1. Teori Keadaan Tetap
“Alam semsta sama
di manapun atau bilamanapun atau dengan kata lain alam semesta sama di
mana-mana setiap saat.”Hipotesis ini disebut Kosmologi Keadaan Tetap
(Steady-State Cosmology).Namun teori ini tergoyahkan karena alam semesta
cenderung mengembang dan tidak tetap. (Baca juga teori Hubble yang menyatakan
setiap galaksi saling menjauhi satu sama lain
2. Teori Osilasi
“ Materi alam
semesta bergerak saling menjauhi, kemudian akan berhenti, lalu akan mengalami
pemampatan demikian seterusnya secara periodik. Teori ini mengemukakan bahwa
alam semesta sekarang sedang mengembang karena sebelumnya telah terjadi
penyusutan. Dalam proses ini tidak ada materi yang rusak atau hilang ataupun
tercipta, hanya mampat atau merenggang.
3. Teori Dentuman
Besar / Big Bang
“ Seluruh materi
dan energi dalam alam semesta pernah bersatu membentuk sebuah bola raksasa.
Kemudian bola raksasa ini meledak sehingga seluruh materi mengembang karena
pengaruh energi ledakan yang sangat besar.”
Tahapan
terjadinya Dentuman Besar :
1) Segera setelah
terjadi dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat hingga kira-kira
2000 kali matahari.
2) Sebelum
berusia satu detik, semua partikel hadir dalam keseimbangan. Satu detik setelah
dentuman, alam semesta membentuk partikel-partikel dasar, yaitu elektron,
proton, neutron, dan neutrino pada suhu 10 miliar kelvin.
3) Kira-kira 500
ribu tahun setelah terjadi ledakan, lambat laun alam semesta menjadi dingin
hingga mencapai suhu 3000K. Partikel-partikel dasar membentuk benih kehidupan
alam semesta.
4) Gas hidrogen
dan helium membentuk kelompok-kelompok gas rapat yang tak teratur. Dalam
kelompok-kelompok tersebut mulai terbentuk protogalaksi.
5) Antar satu dan
dua miliar tahun setelah terjadinya dentuman besar, protogalaksi-protogalaksi
melahirkan bintang-bintang yang lambat laun berkembang menjadi raksasa merah
dan supernova yang merupakan bahan baku kelahiran bintang-bintang baru dalam galaksi.
6) Satu di antara
miliaran galaksi ytang terbentuk adalah galaksi Bimasakti. Di dalam galaksi ini
terdapat tata surya kita, dengan matahri adalah bintang yang terdekat dengan
bumi.
Diantara sekian banyak teori
penciptaan alam semesta, Big Bang Theory adalah salah satu yang paling populer
dan familiar di pikiran kita:
Menurut Teori Big Bang, Bumi ini sudah
berusia kira-kira 13,7 Miliyar tahun. Pada awal terbentuknya alam semesta telah
terjadi sebuah fenomena yang dinamai Big Bang (Ledakan Besar). Jadi,
menurut Big Bang Theory yang diusulkan oleh Georges Lemaitre. Alam Semesta
beserta seluruh isinya termasuk ruang dan waktu tercipta akibat ledakan yang
sangat besar, sama seperti apa yang dikatakan dalam Al-Quran.
Dalam Big Bang Theory dikatakan bahwa
sebelum Alam semesta tercipta, hanya ada sebuah energi panas yang sangat padat.
Hingga suatu hari, energi panas yang padat tersebut mengembang dan meledak.
satu per satu komponen kehidupan tercipta hingga akhirnya seperti sekarang ini.
Georges Lemaitre adalah seorang yang
mengusulkan teori tersebut. Ia adalah seorang Biarawan Katoli Romawi Belgia.
Sedangkan Alexander Friedmann adalah orang yang telah mengajukan persamaan dari
Teori Big Bang.
Cukup banyak bukti yang mendukung
kebenaran teori ini. Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Einstein dan
beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas
dan isotropi ruang. Persamaan yang
mendeksripsikan teori Ledakan Dahsyat dirumuskan oleh Alexander
Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada
tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi
yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran
merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lemaitre pada tahun 1927,
pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang
yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik
pandang kita. Terlihat semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
Menurut
pernyataan diatas, memang benar bahwa alam semesta terus berkembang. Semakin
jauh jarak yang 1 dengan lainnya. Berarti semakin luas alam semesta ini, dari
hanya sebuah kumpulan energi panas hingga menjadi sebuah benda-benda langit dan
ada kehidupan didalamnya.
Teori Big Bang Diragukan : Semesta Tak
Memiliki Awal dan Akhir
Apa
yang bakal terjadi jika teori Big Bang itu ternyata salah" Bagaimana jika
ternyata semesta tidak pernah memiliki awal dan akhir" Dua ahli fisika,
yakni Paul Steinhardt dari Princeton University dan Neil Turok dari Cambridge
University memunculkan pertanyaan ini lewat konsep baru yang mereka tawarkan.
Teori
Big Bang, selama beberapa dekade, dipercaya memberikan penjelasan paling masuk
akal tentang kelahiran alam semesta. Teori ini menerangkan bahwa semesta lahir
sekitar 14 miliar tahun lalu lewat dentuman besar entitas zat dan energi.
Segera
setelah ledakan pertama tersebut, semesta meluas dengan cepat, dalam sebuah
fenomena yang disebut para astronom sebagai inflasi. Proses perluasan semesta
berlanjut dengan periode sangat singkat dan pendinginan sangat cepat, diikuti
dengan ekpansi yang lebih tenang. Big Bang menjadi awal pembentukan ruang dan
waktu.
Tapi
model tersebut, dalam kaca mata Steinhardt dan Turok, memiliki beberapa
kekurangan. Model tersebut tidak dapat menerangkan apa yang terjadi sebelum Big
Bang dan menjelaskan hasil akhir dari semesta.
Akhir Teori Big Bang
Steinhardt
dan Turok dari Cambridge, dalam laporan di jurnal Science, menguraikan bahwa
Big Bang hanyalah salah satu bagian dari pembuatan semesta, tapi bukan pelopor
dari kelahiran semesta. Ia hanya bagian kecil dari proses pembentukan semesta
yang tidak memiliki awal dan akhir.
Sehingga
penentuan umur semesta, yang muncul dari teori Big Bang, merupakan kesimpulan
mengada-ada. Penambahan dan penyusutan semesta terjadi secara terus-menerus,
berlangsung bukan dalam miliar tapi triliunan tahun.
"Waktu
tidak mesti memiliki awal," ujar Steinhardt dalam wawancara telepon dengan
Associated Press. Ia mengatakan bahwa teori waktu sebenarnya hanya transisi
atau tahap evolusi dari fase sebelum semesta ada ke fase perluasan semesta yang
ada saat ini.
Para
ilmuwan yang menyokong teori Big Bang melihat ekspansi semesta ditentukan oleh
sejumlah energi yang memperlambat dan mempercepat ekspansi. Energi yang
memperlambat ekspansi ini kemudian bergerombol dalam galaksi, bintang dan
planet. Energi yang mempercepat ekspansi ini diistilahkan sebagai "energi
gelap".
Namun
Steinhardt dan Turok melihat bahwa materi semesta tidak sekadar terdiri dari
energi biasa dan "energi gelap", tapi juga "spesies
ketiga". "Kami melihat rasio energi yang membentuk semesta adalah 70
persen materi unik dan 30 persen materi biasa," ujar Steinhardt.
Materi
biasa yang dimaksud Steinhardt adalah materi yang membuat ekspansi semesta
lebih pelan, yang mengijinkan gravitasi menciptakan galaksi, bintang dan
planet, termasuk bumi.
Sementara
percepatan ekspansi didorong oleh "energi gelap" yang menyatukan
sejumlah zat dan energi. "Energi ini, sekali mengambil alih semesta,
mendorong segala seuatu pada pusat percepatan. Sehingga semesta akan berukuran
dua kali lipat setiap 14 hingga 15 miliar tahun sepanjang ada energi gravitasi
yang mendominasi semesta," ujar Steinhardt.
Dentuman
besar muncul ketika "energi gelap" mengubah karakter ini. Dengan
alasan inilah, kedua ilmuwan fisika tersebut menolak menerima argumen bahwa Big
Bang merupakan penyebab kelahiran alam semesta. Karena semesta sudah ada
sebelum dentuman itu terjadi.
Penulis
kosmologi Marcus Chown Concedes mengakui pembuktian model semesta memang rumit.
Ia bahkan mengatakan sejarah semesta adalah sejarah kesalahan kita sebagai
manusia.
Karena kita hendak menyelidiki materi yang luar biasa besar,
sementara kita hanya bisa duduk di sebuah planet kecil yang menjadi bagian dari
materi tersebut.
By : Mariatul Ulfa
Facebook : ulfa miu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar