Masa usia sekolah dasar sebagai mesa kanak-kanak akhir yang berlangsung
dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas
tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan
perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di
antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan
bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas,
anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas.
Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai
dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar
mereka tidak hanya terjadi di sekolah.
Sedang menurut Thornburg
(1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang,
barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak
sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah
yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial
maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan
tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara
mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja
permulaan.
Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang
perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman
fisik (physical experience), penyalaman logika matematika (logical
mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan
proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan sendiri
(self-regulation ) Erikson mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar
tertarik terhadap pencapaian hasil belajar.
Mereka
mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan pencapaian
yang baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan
antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih,
namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka
berperasaan negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka
dalam belajar. Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan
intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2
tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional
kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11
atau 12 tahun ke atas.
Berdasarkan uraian di atas, siswa
sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini
anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada
fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih
terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa
sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik
sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan
dari dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan
psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang
sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat
diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia pengetahuan.
Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka tidak
hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan
dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Nasution
(1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai
beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap
kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin
tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat
terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti
teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4)
pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha
menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka
rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak
pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain
bersama-sama.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia
sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik
pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana
kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak
sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga
aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan
individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang
sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di
atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman
belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan
hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari,
sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih
bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk
pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual
maupun dalam kelompok.
Karakteristiknya antara lain:
1.Senang bermain,
Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk ingin bermain dan
menghabiskan waktunya hanya untuk bermain karena anak masih polos yang dia tahu
hanya bermain maka dari itu agar tidak megalami masa kecil kurang bahagia anak
tidak boleh dibatasi dalam bermain. Sebagai calon guru SD kita harus mengetahui
karakter anak sehingga dalam penerapan metode atau model pembelajaran bisa sesuai
dan mencapai sasaran, misalnya model pembelajran yang santai namun serius, bermain
sambil belajar, serta dalam menyusun jadwal pelajaran yang berat(IPA, matematika
dll.) dengan diselingi pelajaran yang ringan(keterampilan, olahraga dll.)
2.Senang bergerak,
Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik dan mentalnya anak
menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan seperti merasa tidak capek mereka
tidak mau diam dan duduk saja menurut pengamatan para ahli anak duduk tenang
paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, kita sebagai calon guru hendaknya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.
Mungkin dengan permaianan, olahraga dan lain sebagainya.
3.Senang bekerja dalam kelompok
Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang manusia,
anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social yang bersosialisasi dengan
orang lain terutama teman sebayanya, terkadang mereka membentuk suatu kelomppok
tertentu untuk bermain. Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar memenuhi aturan
aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang
lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga, belajar keadilan dan
demokrasi. Hal ini dapat membawa implikasi buat kita sebagai calon guru agar
menetapkan metode atau model belajar kelompok agar anak mendapatkan pelajaran
seperti yang telah disebutkan di atas, guru dapat membuat suatu kelompok kecil
misalnya 3-4 anak agar lebih mudah mengkoordinir karena terdapat banyak perbedaan
pendapat dan sifat dari anak-anak tersebut dan mengurangi pertengkaran antar anak
dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan tugas untuk mengerjakannya
bersama, disini anak harus bertukar pendapat anak menjadi lebih menghargai
pendapat orang lain juga.
4.Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep
konsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi dalam pemahaman anak SD semua materi
atau pengetahuan yang diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar
mereka bisa paham dengan konsep awal yang diberikan. Berdasarkan pengalaman ini,
siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan,
pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Dengan demikian kita sebagai calon guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah
mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk
langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan
diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
5.Anak cengeng
Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu ingin
diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih belum mandiri dan harus
selalu dibimbing. Di sini sebagai calon guru SD maka kita harus membuat metode
pembelajaran tutorial atau metode bimbingan agar kita dapat selalu membmbing dan
mengarahkan anak, membentuk mental anak agar tidak cengeng.
6.Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa yang diberikan
guru, disini guru harus dapat membuat atau menggunakan metode yang tepat misalnya
dengan cara metode ekperimen agar anak dapat memahami pelajaran yang diberikan
dengan menemukan sendiri inti dari pelajaran yang diberikan sedangkan dengan
ceramah yang dimana guru Cuma berbicara didepan membuat anak malah tidak pmemahami
isi dari apa yang dibicarakan oleh gurunya.
7.Senang diperhatikan
Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian teman atau
gurunya mereka senang apabila orang lain memperhatikannya, dengan berbagai cara
dilakukan agar orang memperhatikannya. Di sini peran guru untuk mengarahkan
perasaan anak tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab misalnya, anak yang
ingin diperhikan akan berusaha menjawab atau bertantya dengan guru agar anak lain
beserta guru memperhatikannya.
8.Senang meniru
Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering dia lihat
dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan orang
yang ingin dia tiru tersebut. Dalam kehidupan nyata banyak anak yang terpengaruh
acara televisi dan menirukan adegan yang dilakukan disitu, misalkan acara smack
down yang dulu ditayangkan sekarang sudah ditiadakan karena ada berita anak yang
melakukan gerakan dalam smack down pada temannya, yang akhirnya membuat temannya
terluka. Namun sekarang acara televisi sudah dipilah-pilah utuk siapa acara itu
ditonton sebagai calon guru kita hanya dapat mengarahkan orang tua agar selalu
mengawasi anaknya saat dirumah.
Contoh lain yang biasanya ditiru adalah seorang guru yang menjadi pusat perhatian
dari anak didiknya. Kita sebagai calon guru harus menjaga tindakan, sikap,
perkataan, penampilan yang bagus dan rapi agar dapat memberikan contoh yang baik
untuk anak didik kita.
Senin, 30 Maret 2015
asal usul hanacaraka by teacher ulfa
Pada zaman dahulu kala, di Desa Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah. Hidup seorang kesatria bernama Ajisaka. Dia seorang tampan dan memiliki ilmu yang sangat sakti. Ajisaka memiliki dua orang punggawa bernama Dora dan Sembada. Mereka berdua setia menemani Ajisaka. Suatu hari, Ajisaka ingin pergi berkelana, bertualang meninggalkan Pulau Majethi. Kemudian Ajisaka pun pergi bersama dengan Dora. Sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Majethi. Sebelum pergi Ajisaka berpesan kepada Sembada untuk menjaga keris pusaka Ajisaka dan membawanya ke Pegunungan Kendeng.
“Sembada! Bawa keris pusaka ini ke Pegunungan Kendeng. Jagalah keris ini baik-baik dan jangan serahkan kepada orang lain sampai aku datang kembali untuk mengambilnya!” Aji Saka berpesan kepada Sembada.
“Baik, Tuan! Saya berjanji akan menjaga keris pusaka ini dan tidak akan memberikan kepada siapapun!” jawab Sembada.
Pada waktu itu di Jawa ada negeri yang terkenal makmur, aman, dan damai, yang bernama Negeri Medang Kamulan. Negeri itu dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar, seorang raja yang berbudi luhur dan bijaksana. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Sehingga Negeri Medang Kamulan sejahtera. Namun semuanya berubah bermula ketika sang juru masak kerajaan teriris jarinya saat memasak. Sehingga potongan kulit dan darahnya pun masuk ke dalam sup yang akan disuguhkan kepada Sang Raja. Kemudian ia pun menyajikan masakannya kepada Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar langsung melahap habis sup tersebut ia merasa sup yang disajikan sangat lezat, kemudian ia mengutus patihnya yaitu Jugul Muda untuk menanyai juru masak kerajaan. Kemudian sang juru masak berkata bahwa ia tidak sengaja teriris jarinya menyebabkan kulit dan darahnya tercampur masuk ke dalam sup yang dihidangkan untuk Prabu Dewata Cengkar.
Setelah kejadian itu Prabu Dewata Cengkar memerintahkan kepada patihnya untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk disantap setiap harinya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging dan darah manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis, jahat dan senang melihat orang menderita. Negeri Medang Kamulan pun perlahan berubah menjadi negeri yang sepi karena satu per satu rakyatnya disantap oleh rajanya, namun ada juga rakyat yang pergi mengungsi ke daerah lain.
Ajisaka bersama Dora saat itu tiba di Hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong.
“Tolong...!!! Tolong...!!! Tolong...!!!” demikian suara itu terdengar.
Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok.
“Hei, hentikan perbuatan kalian!” seru Aji Saka.
Kedua perampok itu tidak menghiraukan teriakan Aji Saka. Mereka tetap memukuli laki-laki itu. Melihat tindakan kedua perampok tersebut, Aji Saka pun naik pitam. Dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu.
“Maaf, Pak! Kalau boleh kami tahu, Bapak dari mana dan kenapa berada di tengah hutan ini?” tanya Aji Saka.
Lelaki paruh baya itu pun bercerita bahwa dia seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamulan. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu Dewata Cengkar setiap hari mengincar rakyatnya untuk di hidangkan. Karena takut menjadi mangsa sang Raja, lelaki itu kabur dari negeri itu.
Aji Saka dan Dora tersentak kaget mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.
“Bagaimana itu bisa terjadi, Pak?” tanya Aji Saka dengan heran.
“Begini, Tuan! Kegemaran Prabu Dewata Cengkar memakan daging manusia bermula ketika seorang juru masak istana teriris jarinya, lalu potongan kulit jari dan darahnya itu masuk ke dalam sup yang disajikan untuk sang Prabu. Rupanya, beliau sangat menyukainya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis,” jelas lelaki itu.
Mendengar pejelasan itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamulan. Ia ingin menolong rakyat Medang Kamulan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar. Setelah sehari semalam berjalan keluar masuk hutan, menyebarangi sungai, serta menaiki dan menuruni bukit, akhirnya mereka sampai di Kerajaan Medang Kamulan. Ajisaka pun melihat keadaan negeri Medang Kamulan yang sunyi dan menyeramkan itu. Semua penduduk pergi meninggalkan negeri itu.
“Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya Dora.
“Kamu tunggu di luar saja! Biarlah aku sendiri yang masuk ke istana menemui Raja bengis itu,” jawab Aji Saka dengan tegas.
Dengan gagahnya, Aji Saka berjalan menuju ke istana. Suasana di sekitar istana tampak sepi. Hanya ada beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana.
“Berhenti, Anak Muda!” cegat seorang pengawal ketika Aji Saka berada di depan pintu gerbang istana.
“Kamu siap dan apa tujuanmu kemari?” tanya pengawal itu.
“Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin bertemu dengan sang Prabu,” jawab Aji Saka.
“Hai, Anak Muda! Apakah kamu tidak takut dimangsa sang Prabu?” sahut seorang pengawal yang lain.
“Ketahuilah, Tuan-Tuan! Tujuan saya kemari memang untuk menyerahkan diri saya kepada sang Prabu untuk dimangsa,” jawab Aji Saka.
Para pengawal istana terkejut mendengar jawaban Aji Saka. Tanpa banyak tanya, mereka pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana. Saat berada di dalam istana, ia mendapati Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena Patih Jugul tidak membawa mangsa untuknya. Tanpa rasa takut sedikit pun, ia langsung menghadap kepada sang Prabu dan menyerahkan diri untuk dimangsa.
“Ampun, Gusti Prabu! Hamba Aji Saka. Jika Baginda berkenan, hamba siap menjadi santapan Baginda hari ini,” kata Aji Saka.
Betapa senangnya hati sang Prabu mendapat tawaran makanan. Dengan tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak. Ketika Patih Jugul akan menangkapnya, Aji Saka mundur selangkah, lalu berkata:
“Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba ada satu permintaan. Hamba mohon imbalan sebidang tanah seluas serban hamba ini,” pinta Aji Saka sambil menunjukkan sorban yang dikenakannya.
Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajisaka kemudian meminta Prabu Dewata Cengkar menarik salah satu ujung sorbannya. Ajaibnya, sorban itu setiap diulur, terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Karena saking senangnya mendapat mangsa yang masih muda dan segar, sang Prabu terus mengulur serban itu sampai di pantai Laut Selatan. Kemudian Ajisaka mengibaska sorban tersebut, hal ini membuat Prabu Dewatacengkar terlempar ke laut. Wujud Prabu Dewata Cengkar lalu berubah menjadi buaya putih.
Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka. Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar dengan gelar Prabu Anom Aji Saka. Ia memimpin Kerajaan Medang Kamulan dengan arif dan bijaksana, sehingga keadaan seluruh rakyatnya pun kembali hidup tenang, aman, makmur, dan sentausa.
Setelah beberapa hari, Ajisaka menyuruh Dora pergi ke Pulau Majethi untuk ngambil keris pusaka yang dijaga oleh Sembada.
“Dora! Pergilah ke Pegunungan Kendeng untuk mengambil keris pusakaku. Katakan kepada Sembada bahwa aku yang menyuruhmu,” kata Ajisaka.
“Baik Tuan!” jawab Dora seraya memohon diri.
Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk melepas rasa rindu. Setelah itu, Dora pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada.
“Sembada, sahabatku! Kini Tuan Ajisaka telah menjadi raja Negeri Medang Kamulan. Beliau mengutusku kemari untuk mengambil keris pusakanya untuk dibawa ke istana,” ungkap Dora.
“Tidak, sabahatku! Tuan Ajisaka berpesan kepadaku bahwa keris ini tidak boleh diberikan kepada siapa pun, kecuali beliau sendiri yang datang mengambilnya,” kata Sembada dengan tegas.
Sembada yang patuh pada pesan Ajisaka tidak memberikan keris pusaka itu ke Dora. Dora tetap memaksa agar pusaka itu segera diserahkan. Akhirnya keduanya bertarung tanpa ada yang mau mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing dari Aji Saka. Mereka bertekad lebih baik mati daripada mengkhianati perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang bersahabat tersebut. Namun karena mereka memiliki ilmu yang sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati bersama.
Sementara itu, Aji Saka sudah mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng.
“Apa yang terjadi dengan Dora? Kenapa sampai saat ini dia belum juga kembali?” gumam Aji Saka.
Sudah dua hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung tiba. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul ke Pegunungan Gendeng seorang diri. Betapa terkejutnya ia saat tiba di sana. Ia mendapati kedua pengikut setianya Dora dan Sembada telah tewas. Mereka tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana yang bunyinya :
ha na ca ra ka
Ana utusan (ada utusan)
da ta sa wa la
Padha kekerengan (sama-sama menjaga pendapat)
pa dha ja ya nya
Padha digdayané (sama-sama sakti)
ma ga ba tha nga
Padha dadi bathangé (sama-sama mejadi mayat)
Ana utusan (ada utusan)
da ta sa wa la
Padha kekerengan (sama-sama menjaga pendapat)
pa dha ja ya nya
Padha digdayané (sama-sama sakti)
ma ga ba tha nga
Padha dadi bathangé (sama-sama mejadi mayat)
panyandra by bu ulfa
pengertian dan macam-macam Panyandra berserta contoh-contohnya
PANYANDRA
Panyandra yaiku unen – unen saemper
pepindhan kang surasane mawa tetandingan sarta ngemu teges mirip utawa memper.
Kang dicandra baba becike lan mengku ngalem kaendahan, kayata kahananing
manungsa, kahanane sata kewan, kahanane tetuwuhan, kahanane alam lsp.
A. CANDRANENG MANUNGSA ( PERANGANENG AWAK )
- Alise : nanggal sapisan
- Astane : nggandewa gadhing
- Athi-athine : ngudhup turi
- Awake : ramping
- Bangkekane : nawon kemit
- Bathuke : nyela cendhane
- Bokonge : manjang ngilang
- Brengose : nglaler menclok, nguler keket
- Cahyane : ngalentrih, sumunu, sumunar
- Dedege : ngringin sungsang
- Drijine : mucuk ri
- Eseme : pahit madu, kaya madu, pinastika
- Godheke : simbar rumembun
- Gulune : ngolan-olan, ngelung gadung
- Idepe : tumenga ing tawang
- Irunge : mbangir, kencana pinantar, ngudup mlati
- Jangkahe : njalak njrinjing
- Jempolane : ngendas ula
- Kempole : ngembang pudhak, nyikil/nyutang walang
- Lakune : mager timun, macan luwe
- Lambehane : mblarak sempal, merak kasimpir, nyigar jambe
- Lambene : nggula satemplik, manggis karengat
- Lengene : nggandhewa pinentang
- Mripate : ndamar kanginan, blalak-blalak, bawang sabungkul
- Netrane : liyep alindri
- Pakulitane : ireng manis, ngulit langsep
- Pamulune : prada binabar, ambengle kiris
- Pawakane : ramping, gagah pidegsa
- Pipine : duren sajuring
- Polatane : ruruh jatmika
- Praene : sumunar
- Pundhake : nraju mas
- Pupune : mukang gangsir
- Rambute : ngembang bakung, ngandan-andan
- Sinome : mbibis mabur, micis wuncar
- Slirane : sedhet singset
- Solahe : merak ati
- Susune : nyengkir gading
- Swarane : ngombak banyu
- Tangane : nggendewa pinentang
- Tungkake : bunder lir jinangka
- Untune : miji timun, ngelar kombang
- Ulate : sumeh / sumunar
- Wange : nyangkal putung, ngungkal gerang
- Watake : andhap asor
- Wentise : ndamen meteng, mukang gangsir
B. CANDRA SOLAH BAWA ( TANDANG GAWE )
- Lakune kaya macan luwe.
- Pangamuke kaya bantheng ketaton.
- Swarane kaya mbelah – mbelahna bumi.
- Lambeane mblarak sempal.
C. CANDRANENG WONG NESU
- Talingan sir sinebitØ
- Idep mangada – adaØ
- Angga mubal dahanaØ
D. CANDRANENG WONG NESU
- Eka padmi sariØ
- Dwi amartaniØ
- Tri kawula busanaØ
- Catur wanara rukemØ
- Nawa gra lupaØ
- Panca sura panggahØ
- Dasa yaksa wangkeØ
E. CANDRANING MANGSA ( KAANANING ALAM )
- Satya murca ing embanan = candrane mangsa kasa. Tegese : Wiwit wit – witan padha brindhil
- Bantala rengka = candrane mangsa karo. Tegese : lemah – lemah padha nela ( mlethek )
- Suta manut bapa = crandrane mangsa ketelu. Tegese : wit gembili ( gadhung ) padha mrambat.
- 4. Waspa kumembenng jroning kalbu = candrane mangsa kapat. Tegese : tuk – tuk padha pipet ( bumpet )
- 5. Pancuran mas semawur ing jagat = candrane mangsa kalima. Tegese : wiwit akeh udan
- 6. Rasa mulya kasucen = candrane mangsa kanem. Tegese : ungsum who – wohan mirasa
- 7. Wisa kentar ing maruta = candrane mangsa kapitu. Tegese : akeh lelara
- 8. Ajrah jroning kayun = candrane mangsa kawolu. Tegese : mangsane kucing gandhik
- 9. Wedharing wacana mulya = candrane mangsa kasongo. Tegese : mangsane gareng muni, gangsir ngenthir
- 10. Gedhong minep jroning kalbu = candrane mangsa sepuluh. Tegese : akeh kewan meteng, manuk ngendhok
- 11. Sotya sinara wedi = candrane mangsa sada. Tegese : mangsane manuk gloloh
- 12. Tirta sah saking sasana = candrane mangsa desta. Tegese : mangsa pedhidhing utawa adhem
Langganan:
Postingan (Atom)