Jumat, 05 Desember 2014

jurnal



PENGARUH MEDIA AUDIOVISUAL PADA PEMBELAJARAN INTEGRATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN ENERGI DAN MENCERITAKAN PERISTIWA PADA SISWA KELAS III SDN CAMPUREJO 2 KEDIRI

Mariatul Ulfa

1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Nusantara PGRI Kediri
2 Jurusan PGSD Universitas Nusantara PGRI Kediri
Email: mariatululfa1109@yahoo.co.id



ABSTRAK
Tinggi rendahnya hasil belajar siswa pada suatu pokok pembelajaran sangat berpengaruh pada model dan media yang digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pembelajaran yang diterapkan guru kurang bervariasi dan masih monoton. Akibatnya siswa menjadi jenuh sehingga materi menjadi susah diterima dan hasil belajar siswa rendah serta siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.. Salah satu cara untuk mangatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan model dan media pembelajaran yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model integratif tanpa dan didukung media audiovisual terhadap hasil belajar siswa. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan subjek kelas III B dengan jumlah 43 siswa diajar menggunakan model integratif didukung media audiovisual dan kelas III A dengan jumlah 43, siswa diajar menggunakan model integratif tanpa media. Parameter yang diukur adalah kemampuan mendeskripsikan, bercerita dan ketuntasan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan mendeskripsikan, bercerita dan ketuntasan hasil belajar siswa yang diajar dengan model integratif menggunakan media audiovisual berturut-turut adalah 85.33, 95 dan 83,72%, sedangkan yang diajar tanpa media berturut-turut adalah 65.44, 84, dan 18.60%.

Kata kunci: Kata Kunci: media audiovisual, pembelajaran Integratif, pembelajaran Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Alam, kemampuan mendeskripsikan dan menceritakan.


I.     PENDAHULUAN

Kegiatan belajar mengajar adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh siswa sebagai pelajar dan guru yang memiliki peranan sebagai pengajar, dimana kegiatan belajar mengajar ini terdapat  satu keterkaitan yang sangat erat antara siswa dan guru sehingga terjadi interaksi pembelajaran. Bentuk interaksi ini adalah siswa menerima materi pelajaran dan guru memberikan pengajaran. Interaksi tersebut dapat dikatakan sukses apabila memiliki indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Menurut Smisth dan Ragan, (2003 dalam Benny, 2009:18) beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai penentu keberhasilan proses pembelajaran adalah efektif, efisien, dan menarik. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, sedangkan makna dari pembelajaran yang efisien adalah aktivitas pembelajaran yang berlangsung menggunakan waktu dan sumber daya yang relatif sedikit. Pembelajaran perlu diciptakan menjadi peristiwa yang menarik agar mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.
Untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik, sosok guru menjadi pemeran utama sebagai fasilitator pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dari siswa. Namun pada kenyataanya untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dari siswa  itu bukanlah hal yang mudah, fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru (Trianto, 2010:55). Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap siswa yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi pada hampir semua mata pelajaran termasuk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Bahasa Indonesia.
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran IPA dan Bahasa Indonesia dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Berdasarkan praktik pengalaman lapangan (PPL) peneliti di SDN Campurejo 2 Kediri, kenyatannya masih dijumpai peneliti prestasi belajar IPA dan Bahasa Indonesia yang dicapai siswa masih relatif rendah. Berkaitan dengan masalah tersebut, pada pembelajaran IPA dan Bahasa Indonesia juga ditemukan keragaman masalah sebagai berikut: 1) Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum nampak, 2) Para siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, atau kurang paham, 3) Keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, 4) Kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas, 5) hasil belajar yang belum memuaskan. Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah.
Dalam pengajaran IPA dan Bahasa Indonesia diharapkan siswa benar-benar aktif. Sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas dan menarik. Keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Salah satu kegiatan pembelajaran yang menekankan berbagai kegiatan tindakan adalah menggunakan model tertentu dalam pembelajaran, karena suatu model dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan salah satu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran inilah yang berperan sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Trianto (2010:72) pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan siswa. Untuk mengantisipasi masalah tersebut yang berkelanjutan maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA dan Bahasa Indonesia. Peneliti terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model yang variasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam belajar IPA dan Bahasa Indonesia. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran integratif dengan menggunakan media audiovisual. Dalam model pembelajaran integratif siswa diajak berfikir kongkrit dan terpusat pada topik tertentu yang mengkombinasikan fakta, konsep, generalisasi, dan hubungan diantara semuanya, sehingga dapat memupuk kretivitas siswa dengan melatih berfikir kritis terhadap suatu hal yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan hakikat Ilmu Pengetahuan Alam serta Bahasa Indonesia.
Menurut Prihantoro, (1986 dalam Trianto, 2010:137) IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan tegnologi yang dapat melahirkan kemudahan bagi kehidupan.
Dalam belajar IPA siswa diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi siswa dengan teori melalui observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Hakikat pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi Berbahasa Indonesia. Ketika kompetensi berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis (Laksmi, 1986 dalam Trianto, 2010:142).
Dalam Kurikulum, 2004 (Depdiknas, 2004:3) dinyatakan bahwa standar kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu berbahasa merupakan belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis.
            Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian Pengaruh Media Audiovisual pada Pembelajaran Integratif terhadap Kemampuan Mendeskripsikan Energi dan Menceritakan Peristiwa pada Siswa Kelas III SDN Campurejo 2 Kediri

II.  TINJAUAN PUSTAKA

Hakikat Pembelajaran IPA di SD
Menurut Marsetio, (1990 dalam Trianto, 2010:137) pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah.
Menurut Laksmi, (1986 dalam Trianto, 2010:137) IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah salah satu pelajaran yang sangat penting di Sekolah Dasar, pembelajaran ini nantinya sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Puspita, 2000:3). Maka pembelajaran di sekolah tingkat bawah dibutuhkan suatu kejelian dan kesungguhan menguasai pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Bahasa merupakan seperangkat ajaran yang bermakna, bahasa alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial. Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan. Dalam kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran di perlukan oleh guru karena model pembelajaran tersebut berfungsi sebagai pedoman para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Arends, (1997 dalam Trianto, 2010:51) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.


Model Pembelajaran Integratif

Menurut Eggen dan Kauchak (2012:259) integratif berarti menyatukan beberapa aspek ke dalam suatu proses. Integratif terbagi menjadi inter bidang studi dan antar bidang studi. Inter bidang studi ini artinya menyatukan beberapa aspek dalam satu bidang studi. Misalnya mengamati dan menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis, menulis diintergrasikan dengan berbicara, sedangkan antar bidang studi adalah merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi, misalnya bahasa Indonesia dengan IPA atau dengan bidang studi lainnya.   
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa model integratif merupakan sebuah model pengajaran atau intruksional untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman mendalam tentang bangunan pengetahuan sistematis sambil secara bersama melatih keterampilan berfikir kritis mereka.
Adapun berbagai tujuan dari model pembelajaran integratif ialah sebagai berikut:
1.      Model pembelajaran integratif dirancang untuk membantu siswa memahami bangunan pengetahuan sistematis (organized body of knowledge), topik yang mengkombinasikan fakta, konsep, generalisasi, dan hubungan di semua itu.
2.      Model pembelajaran integratif juga dirancang untuk memberi siswa latihan berfikir kritis.
3.      Model pembelajaran integratif memberikan lingkungan belajar yang responsif pada siswa.
4.      Relaksasi dan memberikan pengurangan ketegangan pada kegiatan pembelajaran.
5.      Gerakan dan physical encoding.
6.      Siswa diharapkan menguasai bahasa dan perilaku.
7.      Memberikan pilihan dan pengendalian yang diamati.
8.      Memberikan aktivitas kognitif yang majemuk dan menantang pada siswa.
9.      Memberikan firasat dan integrasi yang tinggi pada siswa ( Utami, 2004:185).
Merencanakan pelajaran dengan Model Pembelajaran Integratif
1.      Mengidentifikasi topik
2.      Menentukan tujuan belajar
3.      Menyiapkan representasi data
4.      Menentukan pertanyaan
 (Eggen dan Kauchack 2012:261-271).
Menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran integratif
Untuk menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model integratif terdiri dari 4 fase.
1.      Dalam fase 1 siswa diajak mendeskripsikan, membandingkan, dan mencari pola-pola didalam data. Selama fase ini guru membantu mengakrapkan siswa dengan dan juga mulai menganalisis data.
2.      Dalam fase 2 siswa dibimbing untuk memberikan penjelasan dari data yang mereka peroleh pada fase 1 tadi.
3.      Dalam fase 3 siswa dituntut untuk berfikir secara hipotesis dari penyajian teman mereka. Fase ini menandai langkah maju tambahan dalam kemampuan siswa menganalisis informasi. Sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa yang terjadi jika….”, atau “Apa yang kita harapkan untuk lihat…….”.
4.      Selama fase 4 penutup dan penerapan, siswa melakukan generalisasi untuk melakukan hubungan luas, yang meringkas materi. Kemudian, siswa menerapkan pemahaman mereka pada situasi baru. (Eggen dan Kauchak, 2012:271-277).

Menilai pembelajaran siswa saat menggunakan model pembelajaran integratif.
·         Pemahaman murid tentang topik dan kemampuan mereka untuk berfikir kritis bisa diukur pada proses pembelajaran yaitu ketika mereka membuat dan menilai kesimpulan tentang informasi dari materi yang sudah mereka pelajari atau yang memiliki sajian data unik.
·         Layaknya semua pengajaran, penilaian harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Saat penilaian dilakukan secara sering dan menyeluruh, dan siswa diberikan umpan balik mendetail tentang kinerja mereka, penilaian dapat menjadi alat ampuh untuk meningkatkan pembelajaran (Eggen dan Kauchak, 2012:300).
Kelebihan penggunaan model pembelajaran integratif
1)      Membuat siswa dapat berfikir kritis terhadap suatu masalah yang dihadapi.
2)      Siswa bisa mengembangkan sikap untuk dapat mengungkapkan pendapat dan hipotesis mereka.
3)      Dengan metode ini, akan terbina manusia yang dapat menghadirkan terobosan – terobosan baru dari penemuan, sebagai hasil pemikiran kritis mereka, yang diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
4)      Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam berargumentasi.
5)      Siswa terlibat aktif dalam pengumpulan fakta dan informasi yang diperlukan saat pembelajaran.
6)      Siswa bisa memperkaya pengalaman dengan hal – hal yang bersifa objektif, realitas, dan mrnghasilkan verbalitas.
7)      Siswa lebih aktif berpikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dala dunia pendidikan modern. Siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
8)      Membentuk karakter siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
9)      Dapat membangun pemahaman luas kurikolum terhadap siswa dan hal ini akan meningkatkan pengetahuan dan tingkat keahlian siswa.
10)  Model pembelajaran integratif juga kental dengan faktor motivasional pada diri siswa dan ide mereka (Eggen dan Kauchak, 2012:298).
Berbagai Kekurangan Model Pembelajaran Integratif
1)      Model ini membutuhkan persiapan yang banyak sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam penerapanya.
2)      Untuk menerapkan model pembelajaran integratif dibutuhkan keahlian khusus tentang model pembelajaran ini.
3)      Memerlukan guru sebagai pendidik yang harus berpengetahuan luas, berketrampilan tinggi, memilki rasa percaya diri, dan memiliki konsep ketrampilan atas ketrampilan yang bguru miliki.
4)      Membutuhkan media yang menarik untuk mendukung model pembelajaran ini.
5)      Perlu kesabaran yang tinggi untuk membentuk karakter siswa yang mampu berfikir kritis kususnya pada siswa kelas rendah (Eggen dan Kauchak, 2012:299).

Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2002:4) media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dalam konteks dunia pendidikan, Gerlach, (2006 dalam Arsyad,2002:3) mengungkapkan bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku, teks, dan lingkungan Sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Media Audiovisual
Audio visual adalah sebagai alat-alat yang mempunyai dua sifat dasar, yakni audible artinya yang dapat didengarkan dan visible yang dapat dilihat (Suleiman, 1988: 11).
Pembelajaran melalui audio visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa (Arsyad, 2002:30-31). Ciri-ciri utama teknologi media audio visual adalah sebagai berikut :
a.       Mereka biasanya bersifat linear.
b.      Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis.
c.       Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang atau pembuatnya.
d.      Mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak.
e.       Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.
f.       Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaksi siswa yang rendah.
Pembelajaran menggunakan media audio visual seperti ini ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran, sehingga diharapkan anak-anak mampu mengembangkan daya nalar serta daya rekamnya. Menurut Suparman (1997:56) media audio visual merupakan alat bantu berupa sampel atau contoh dalam penyampaian materi yang bertujuan merangsang minat dan perhatian siswa agar tertarik dengan mata pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan setelah menyaksikannya siswa mempunyai gambaran dan pemahaman pada materi yang diberikan. Media berbasis audio visual di sini adalah suatu media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi).


III.   METODE PENELITIAN

Identifikasi Variabel Penelitian
1.      Variabel bebas (X1,2)        
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
·            X1 : Penerapan pembelajaran integratif dengan di dukung media pembelajaran audiovisual.
·         X2 : Penerapan pembelajaran integrative tanpa didukung media pembelajaran audiovisual.
2.      Variabel terikat (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan mendeskripsikan hasil pengamatan energi dan menceritakan peristiwa.

Teknik dan Pendekatan Penelitian
            Teknik pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pendekatan eksperiental. Pendekatan penelitian dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Campurejo 2 Kota Kediri. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan Mei 2013 sampai dengan bulan oktober 2013. 
Subjek  Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN Campurejo 2 Kediri yang terdiri dari dua kelas, dan masing-masing berjumlah 43 siswa.
Instrument Penelitian
            Instrument pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran. Tahap-tahap persiapan penelitian berupa: persiapan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan analisis data.

Teknik Analisis Data
Untuk menilai ulangan yang diberikan pada siswa, peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata nilai ulangan  dapat dirumuskan:
 
 dengan           :
        =  Nilai rata-rata
åX      =  Jumlah semua nilai siswa
 åN     =  Jumlah siswa

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

IV.             HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rata-rata kemampuan mendeskripsikan (hasil belajar kognitif) siswa  menggunakan model pembelajaran integratif dengan didukung media audiovisual adalah 85.33 lebih tinggi dari pada tanpa didukung media audiovisual yaitu 65.44. Kemampuan bercerita siswa menggunakan pembelajaran integratif didukung media audiovisual adalah 95 sedangkan yang tanpa didukung media audiovisual 84, serta ketuntasan belajar menggunakan model pembelajaran integratif didukung media audiovisual adalah 83.72% sedangkan tanpa media audiovisual 18.60%.

V.      SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar materi mendeskripsikan energi dan menceritakan peristiwa menggunakan model pembelajaran integratif tanpa didukung media audiovisual dan didukung media audio visual siswa kelas III SDN Campurejo 2 Kediri.
Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah :
a. Perlu diadakan persiapan yang matang oleh guru untuk memakai model pembelajaran integratif.

b.Pembelajaran integratif akan lebih sempurna apabila didukung dengan media pembelajaran audiovisual.
VI.   DAFTAR PUSTAKA


Alwi, H. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S. 2010. Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran (edisi 1). Jakarta: Raja Grafindo Pessada.
Asnawir. H. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Bahri, D. S. dan Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.
Burhan. 2001. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Balai Pustaka.
Eggen, P. dan Don K. 2012. Srategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks.
Kamajaya. 2004. Fisika untuk SMA Kelas X. Bandung: Grafindo media.
Keraf. 1986. Isi dan Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra. Malang: Bumi Aksara.
Priyono. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas III SD/MI. Pusat Perbukuan: Departemen Pendidikan Nasional.

Pupuh dan Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama.
Puspita, L. 2002. Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Strategi Aktivitas Membaca Berpikir Terbimbing Siswa Kelas V SD. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang.

Rositawaty. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IV SD/MI. Pusat Perbukuan: Departemen Pendidikan Nasional.

Santoso, P. 2004. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suleiman, A. H. 1988. Media Audiovisual untuk Pengajaran Penerangan dan Penyuluhan. Jakarta: PT Gramedia.

Suparman. 1997. Media Pembelajaran. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Tarigan, D. 2001. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Universitas Terbuka.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Umri dan Indriyani. 2008. Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas III. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Nasional.
Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT  Rineka Cipta.

Wina, S. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada.