Jumat, 14 November 2014

PSIKOLOGI SISWA SD

A. Pengertian Psikologi Pendidikan
Atan Long (1976) menguraikan psikologi pendidikan sebagai ilmu yang mengkaji tingkah laku pelajar dalam suasana pembelajaran dalam lingkungan sekolah . Dan menurut Slavin (1991) menyatakan psikologi pendidikan ialah kajian tentang murid ,pengajaran dan pembelajaran yang mengfokus proses proses pengetahuan kemahiran nilai dan sikap dialihkan daripada guru kepada murid dalam bilik darjah termasuk aplikasi prinsip-prinsip psikologi dalam pengajaran .

B. Ruang Lingkup Psikologi 
1. Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari atau diselidiki, atau suatu unsure yang ditentukan atau sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret (kerohanian, nilai-nilai, ide-ide). Objeknya yaitu manusia.
 2. Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal juga digunakan sebagai pembeda ilmu yang satu dengan ilmu yang lain ( psikologi, antropologi, sosiologi, dan lain-lain). Objeknya yaitu dari segi tingkah laku manusia, objek tersebut bersifat empiris atau nyata, yang dapat diobservasi untuk memorediksi, menggambarkan sesuatu yang dilihat. Caranya melihat gerak gerik seseorang bagaimana ia melakukan sesuatu dan melihat dari matanya.
Psikologi yang berobyekkan manusia saat ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Psikologi Umum

Psikologi umum adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa, yang normal, dan yang beradab (berkultur).
Macam-macam psikologi umum :
a)      Psikologi perkembangan
Psikolgi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang mencakuo psikologi anak, psikologi puber atau adolesensi ( psikologi pemuda ), psikologi orang dewasa, psikologi orang tua.
b)      Psikologi sosial
Psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
c)      Psikologi pendidikan
Psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran dapat dengan mudah diterima, bagaimana cara belajar dan sebagainya.
d)     Psikologi kepribadian dan tipologi
Psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
e)      PsikopatologiPsikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak norman atau abnormal
f)       Psikologi Kriminil
Psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal kejahatan atau kriminalitas.
g)      Psikologi perusahaan
Psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal perusahaan
2) Psikologi Khusus
Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia. Hal-hal yang khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus.
C. Kesulitan Belajar Siswa
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1.    Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.    Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.    Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.    Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.    Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi.
D. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Karakter menurut Puerwadarminta adalah watak, tabiat atau sifat-sifat kejiwaan. Sedangkan menurut IR Pedjawijatna mengemukakan karakter atau watak adalah semua hal yang ada pada diri seseorang (insani).
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter siswa adalah watak atau karakter yang ada pada diri siswa yang diaplikasikan melalui tingkahlaku siswa tersebut dalam kegiatan sehari-harinya.
  1. Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru sd seyogiyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan keterampilan
  1. Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
  1. Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4. Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jikalangsung dengan prakteknya.
E. Pemenuhan Kebutuhan Siswa Sekolah Dasar
  1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis
a) Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis,
b) Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat,
c) Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d) Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif
  1. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
a) Sikap guru menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
b) Adanya ekspektasi yang konsisten
c) Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d) Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
  1. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa:
1) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
2) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
3) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
4) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
5) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa:
1) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa
2) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
3) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
4) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
  1. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
1) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
2) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa
4) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
5) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan
6) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
7) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
1) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2) Mengembangkan program “star of the week”
3) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
4) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
5) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
c. Pengetahuan dan Pemahaman
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
2) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
3) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam
d. Estetik
1) Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
2) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
3) Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
4) Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
5) Ruangan yang bersih dan wangi
6) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
  1. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan hal yang terbaiknya
2) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
3) Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.

PENDIDIKAN INFORMAL DI INDONESIA

BY: ULFA
  1. PENGERTIAN PENDIDIKAN INFORMAL
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal).

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090219231756AAxNjVR).

Berdasarkan undang-undang yang sama pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Kalau dari definisi-definisi di atas, kelompok-kelompok belajar seperti tobucil, KSK, dan kelompok-kelompok belajar lainnya bisa masuk ke dalam kedua definisi.
Untungnya ada definisi pendidikan informal menurut Axin (1976) dan Soedomo (1989) yang menyatakan bahwa dalam pendidikan informal warga belajar tidak sengaja belajar dan pembelajar tidak sengaja untuk membantu warga belajar. Suprojanto (2007) memberikan contoh bahwa pendidikan informal terjadi dalam keluarga, melalui media massa, acara keagamaan, pertunjukan seni, hiburan, kampanye, partisipasi dalam organisasi, da lain-lain (http://warnapastel.multiply.com/journal/item/52).

Pendidikan informal adalah pendidikan dalam keluarga yang berlangsung sejak anak dilahirkan. Dalam keluarga yang memahami arti penting pendidikan keluarga, maka ia akan secara sadar mendidik anakanaknya agar terbentuk kepribadian yang baik. Sedangkan dalam keluarga yang kurang mengerti arti penting pendidikan keluarga, maka perilakunya sehari-hari secara tidak sadar adalah pendidikan buat anak (http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2144938-kegiatan-lembaga-pendidikan-informal/).

Pendidikan informal sama sekali tidak terorganisasi secara struktural, tidak terdapat penjenjangan kronologis, tidak mengenal adanya ijazah, waktu belajar sepanjang hayat, dan lebih merupakan hasil pengalaman individual mandiri dan pendidikannya tidak terjadi di dalam medan interaksi belajar mengajar buatan (Aini, Wirdatul. 2006).

Menurut DR. Philip H. Coombs, pendidikan in formal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai meninggal.

  1. CONTOH PENDIDIKAN INFORMAL
  2. Agama
  1. Budi pekerti
  2. Etika
  3. Sopan santun
  4. Moral
  5. Sosialisasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal)

  1. PENYELENGGARA PENDIDIKAN INFORMAL
  2. Keluarga
  1. Lingkungan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal)

  1. CIRI – CIRI PENDIDIKAN INFORMAL
Dapat diidentifikasi ciri-ciri umum pendidikan informal sebagai berikut.
a)      Pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat dan
waktu.

b)      Guru adalah orang tua.
c)      Tidak adanya manajemen yang jelas.
(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2144938-kegiatan-lembaga-pendidikan-informal/).

Adapun ciri-ciri proses pendidikan dalam keluarga yang berfungsi bagi perkembangan anak adalah sebagai berikut.
a)      Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Artinya, proses pendidikan yang dilakukan dalam pendidikan informal tidak menentukan kapan dan di mana proses belajar itu.
b)      Proses pendidikan dapat berlangsung tanpa adanya guru dan murid, atau sebaliknya, proses belajar sosial atau sosialisasi berlangsung antara anggota yang satu dengan anggota yang lain, tanpa ditentukan siapa yang menjadi guru dan siapa yang menjadi murid. Namun demikian, proses belajar sosial atau sosialisasi akan dilakukan oleh
orang tua, saudara, dan kerabat dekatnya. Dengan demikian, pendidikan ini sifatnya alami sesuai dengan kondisi apa adanya.

c)      Proses pendidikan dapat berlangsung tanpa adanya jenjang dan kelanjutan studi, proses pendidikan dalam pendidikan informal tidak adanya jenjang yang menentukan untuk dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena sifatnya yang informal itulah, maka hasil dari proses pendidikan dalam keluarga dapat terlihat dari kualitas diri
atau kepribadian anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

d)     Proses dapat berlangsung antar-anggota keluarga, proses pendidikan ini berlangsung dari orang tua, saudara, paman, bibi atau kerabat terdekat dalam keluarga. Dengan demikian, tidak mengenal persyaratan usia, fisik, mental, tidak ada kurikulum, jadwal,
metodologi, dan evaluasi (http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2144938-kegiatan-lembaga-pendidikan-informal/).


  1. PERANAN KELUARGA
Di dalam lingkungan informal, seseorang secara sadar atau tidak, disengaja atau tidak, direncanakan atau tidak, memperoleh sejumlah pengalaman yang berharga, sejak lahir hingga akhir hayatnya. Lembaga keluarga merupakan lembaga terkecil yang pertama kali dialami oleh seorang individu, yang dapat mengajarkan berbagai peran dan nilai-nilai sosial. Dalam proses sosialisasi, keluarga memiliki peranan penting, terutama dalam memperkenalkan tentang hal hal-berikut ini.
a)      Penguasaan Diri.
Masyarakat menuntut adanya penguasaan dan penyelarasan diri dengan segala norma dan aturan yang ada terhadap anggotaanggotanya. Peranan orang tua dalam melatih anak-anaknya untuk menguasai diri dapat dilakukan dengan pelatihan bagaimana cara memelihara dan menjaga kebersihan dirinya. Penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik sampai emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Penguasaan diri sangat penting artinya bagi kestabilan kejiwaan anak dalam pergaulan sehari-hari. Tanpa memiliki kemampuan untuk menguasai diri, maka kejiwaan anak tidak akan stabil, dan mengganggu proses perkembangannya.
b)      Nilai-Nilai
Penanaman nilai-nilai dapat dilakukan bersamaan dengan pelatihan penguasaan diri, bagaimana anak dapat meminjamkan alat permainannya kepada temannya, dan juga kepadanya diajarkan kerjasama. Sebagai contoh, sambil mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main sebelum mengerjakan pekerjaan rumahnya, kepadanya diajarkan nilai sukses dalam pekerjaan. Nilai-nilai demikian sangat besar fungsinya bagi proses internalisasi kebiasaan baik pada anak.
c)      Peranan-Peranan Sosial
Pengenalan dan belajar tentang peran-peran sosial dapat terjadi melalui interaksi dalam keluarga. Setelah dalam diri anak tertanam pengusaan diri, dan nilai-nilai sosial yang dapat membedakan dirinya dengan orang lain, ia mulai mempelajari peran-peran sosial yang sesuai dengan gambaran dirinya. Ia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki atau perempuan.
Dengan mengenal perannya, baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat, maka anak akan dapat berperan dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam peranan tersebut.
Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berlangsung dalam keluarga sejak anak dilahirkan, dimana seseorang secara sadar atau tidak, disengaja atau tidak, direncanakan atau tidak, memperoleh sejumlah pengalaman yang berharga, sejak lahir hingga akhir hayatnya.
Pengalaman-pengalaman dalam keluarga inilah yang disebut dengan proses pendidikan informal (http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2144938-kegiatan-lembaga-pendidikan-informal/).